11.2.10

Cita-Citaku | Dokter

Awalnya tak terbesit dalam benak bahwa kedatangan kami akan disambut penuh sukacita.  Baru saja melintas di pintu depan, bocah-bocah ini sudah berlarian menghampiri kami dan memberi salam dengan antusias.  Tanpa sungkan mereka lincah bergaya di depan kamera.  Padahal ini adalah kali pertama saya bertemu dengan mereka, para penghuni cilik Rumah Kita.

Terletak di kawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Rumah Kita tak ubahnya seperti rumah hunian lainnya, kecuali bahwa ia adalah tempat bernaung para kanak penderita kanker dari keluarga tak mampu dan sedang dalam masa pengobatan di rumah sakit rujukan di Jakarta.

Bernaung di bawah YKAKI (Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia), Rumah Kita berusaha mewujudkan sebuah tempat yang nyaman bagi anak-anak ini lengkap dengan fasilitas bermain dan belajar.  Selain itu, keberadaan teman-teman sepermainan di rumah ini terbukti menjadikan anak-anak ini jauh lebih riang dalam menjalani hari-hari pengobatan yang melelahkan.



Lihatlah Tiara.  Sebagai si bungsu ia tampak tak kenal takut pada siapapun atau apapun.   Semua sangat menyayanginya, termasuk Timothy sang 'kepala suku', atau Ando sang 'ajudan' yang hiperaktif.  Jikalau mereka semua sedang berkumpul, terbayang sudah keramaian yang terjadi. 

Seperti halnya sekumpulan bocah yang selalu menjawab dengan antusias, demikian pula mereka ketika ditanya tentang cita-cita.  Semua serentak menjawab "Dokter!" tanpa pikir panjang lagi.  Salah seorang anak lalu memeragakan adegan seorang dokter tengah menyiapkan jarum suntik lalu menyuntik pasiennya.

Tampaknya kedekatan emosional mereka dengan dokter sudah tertanam sejak dini.  Trenyuh memang.


Kunjungan kali ini memang singkat saja, namun ada doa dan harapan yang kami sematkan disana.  Semoga kehadiran Rumah Kita dapat sedikit meringankan penderitaan anak-anak tak berdosa ini.  Lekas sembuh ya adik-adik, supaya kalian bisa lekas kembali ke rumah masing-masing.  Amien.



Adalah Helping Hands Project, sebuah wadah komunitas nirlaba yang tahun ini kembali menggalang aksi sosial, dimana salah satu misinya ialah memberi bantuan dana bagi keberlangsungan hidup Rumah Kita.  Tentu saja niat ini takkan terlaksana tanpa sumbangsih dari rekan-rekan sekalian.



Silakan klik disini jika anda hendak berpartisipasi dan mendapatkan informasi lebih lanjut.

Uluran tangan dari kita semua tentunya dapat memberi secercah harapan bagi mereka semua.  Semoga.


9.2.10

Cita-Citaku | Guru

S

SDN Sukamanah terletak di desa Sukamanah, Cigombong, Bogor.  Kami harus masuk melalui gang kecil sejauh kurang lebih 200m dari jalan aspal terdekat melewati rumpun bambu dan tepian sawah sebelum tiba di lokasi.

Secara umum kondisi bangunan sudah memprihatinkan.  Sejak berdiri tahun 1981, sekolah ini baru satu kali saja mendapat renovasi dari pemerintah.  Bahkan kini jika hujan deras datang, pihak sekolah harus membubarkan kelas, karena kuatir kondisi atap dan langit-langit yang rapuh malah membahayakan para murid.

G

Guru-guru yang kami temui tampak ramah, bahkan berkesan pasrah.  Sudah banyak janji bantuan mengalir namun belum ada yang terlaksana.  Seorang guru honorer yang sudah belasan tahun mengajar di sana pun sudah pasrah akan statusnya.

Namun anak-anak yang bersekolah di sana tak tampak hilang keceriaan.  Mereka cuma tahu bahwa dengan bersekolah disini berarti mereka bisa belajar dengan bimbingan guru-guru yang baik hati, dan bermain dengan teman-teman yang mengasyikkan.  Kondisi sekolah tampaknya hanya menjadi aspek kesekian bagi mereka.

Lihatlah Reni dkk.  Walaupun sebagian besar masih tampak malu-malu, namun kami dapat merasakan antusiasme mereka.  Mungkin di mata mereka sosok gurulah yang paling dekat di hati, sehingga ketika ditanya apa cita-cita mereka, semua kompak menjawab: "Guru!"

Atau jawaban polos Siti ketika ditanya tentang kesiapan ujian:
"Kamu sudah siap ujian?"
"Siap."
"Siap apanya?"
"Siap ngisi."

Ah, keluguan anak-anak ini memang menggemaskan.  Apapun harapan & impian mereka semoga tak terhalang oleh kondisi sekolah saat ini ataupun kurangnya sarana pendukung lainnya. Adakah di antara kita tega melihat cita-cita mereka pupus?


Adalah Helping Hands Project, sebuah wadah komunitas nirlaba yang tahun ini kembali menggalang aksi sosial, dimana salah satu misinya ialah memberi bantuan dana & prasarana bagi anak-anak SDN Sukamanah.  Tentu saja niat ini takkan terlaksana tanpa sumbangsih dari rekan-rekan sekalian. Silakan klik disini jika anda hendak berpartisipasi dan mendapatkan informasi lebih lanjut.

Uluran tangan dari kita semua tentunya dapat memberi secercah harapan bagi mereka semua.  Semoga.



15.12.09

Djokdja | Hari Doea



ITINERARY alias rencana perjalanan memang disusun untuk diubah ;p
Seperti hari ini dimana agenda berganti formasi.  Rencana awal adalah menyusuri koridor pantai selatan sepanjang Ngobaran-Ngerehan-Baron-Kukup-Krakal-Wediombo.  Namun karena satu dan lain hal tujuan pun berpindah haluan, kronologisnya kira-kira seperti ini:


1]  Karunia

atau biasa disebut juga Kurnia, adalah nama hotel pindahan kami yang terletak di jalan Sosrowijayan.  Alasan kepindahan dari Prawirotaman ke kawasan ini cuma satu: lebih dekat dengan peradaban (alias keramaian Malioboro).


2]  Tamansari

ialah lokasi bersejarah lokasi pemotretan pertama hari ini.  Situs ini dahulu adalah tempat tetirah/pemandian kaum bangsawan.  Banyak spot cantik disini, lokasinya pun unik karena membaur dengan perumahan penduduk.  Jangan bayangkan perkampungan kumuh ibukota, karena perkampungan disini sungguhlah apik, resik, dan sangat kental akan budaya Jawa.


3]  Gudeg Yu Djum

ialah tempat kami makan siang di jalan Wijilan, sebuah kawasan yang lebih dikenal sebagai kampung gudeg.  Kami datang jelang tengah hari, karenanya banyak menu yang sudah habis (idealnya memang datang pagi-pagi biar dapat suguhan lengkap).


4]  Mirota & Vredeburg

ialah nama dua spot menarik di Malioboro.  Pertama adalah toko oleh-oleh, kedua adalah benteng perdamaian peninggalan jaman Belanda.  Kami hanya singgah sejenak disini sambil menanti kedatangan teman-teman dari Magelang (Moy, Nung, Mima).


5]  Parang Kusumo

ialah pantai sunyi dengan gurun pasir berundak-undak.  Letaknya tak jauh dari pantai Parang Tritis.  Sayang cuaca yang kurang bersahabat saat itu membuat kami tak bisa memburu gambar sepuasnya, padahal gurun pasirnya demikian menggoda.


6]  Ratu Boko

ialah puing-puing istana megah peninggalan abad ke-8.  Situs ini pun terkenal akan pemandangan sunset-nya yang spektakuler.  Kami termasuk pengunjung terakhir disana, dan karenanya tak sungkan berfoto spektakuler ala kami sendiri *sambil loncat-loncat*


7]  Prambanan

ialah lokasi yang dipilih tuk gala dinner ala buffet.  Terbayang suasana makan malam nan cantik berlatar belakang candi Prambanan berhias tata cahaya megah.  Sayangnya, meja terbaik di sana sudah fully-booked, sedangkan duduk di lokasi outdoor tak memungkinkan karena gerimis menderas.  Dengan berat hati kami pun berpindah haluan.


8]  Phuket

ialah nama restoran Thai tempat kami berjaya menyantap makan malam hebat dengan harga bersahabat.  Lokasi yang kami sambangi malam itu terletak di jalan HOS Cokroaminoto.  Tom Yam Seafood jadi menu favorit.  Inilah kali pertama di Jogja saya mampu menyantap habis makanan di piring tanpa rasa mual lagi.


9]  Nav

ialah tempat cuap-cuap berkaraoke.  Awalnya kami iseng membuntuti mobil teman kami karena hendak mencari tahu dimana tempat tinggal Mima, lalu niat mau "dadah-dadah" begitu ia turun mobil.  Tapi beruntung Mima masih dilindungi olehNya, karena kami keburu menemukan tempat karaoke satu ini.Beragam lagu dinyanyikan, dan saya terkekeh-kekeh sendiri karena menemukan banyak judul lagu ajaib di database: Makan Darah (Rita Sugiarto), Siksa Kubur (Rimba Mustika), hingga Tragedi Tali Kutang (Kabul & Dhiah S.)


10]  Prada

ialah tujuan terakhir menghabiskan malam metropolis.  Kami tak berbelanja tentu saja, karena Prada ini bukan nama butik mahal, melainkan nama kedai lesehan sederhana di dekat jalan masuk Sosrowijayan, Malioboro.  Saya menyebutnya kedai bersahaja, dan karenanya memesan mie rebus bersahaja dan teh panas bersahaja.  Duhai, nikmat bersahaja pun!




Itinerary memang bisa diubah, namun sepanjang dijalani dengan sukacita maka tiada yang terasa sia-sia.  Camkan itu!

:)

11.12.09

Djokdja | Hari Satoe


DINI hari sekali dengan muka-muka rata kami sudah bergerak menuju bandara
t u k
mengambil penerbangan pertama ke Yogyakarta
d e m i
menunaikan hajat liburan akhir pekan.


Syahdan, setibanya di kota tujuan, kami segera meluncur menuju beberapa lokasi berikut:

1] Cristalit

ialah nama hotel tempat kami menginap di kawasan Prawirotaman. Kondisinya standar aja, dan lokasinya yang agak jauh dari Malioboro membuat kami memutuskan tuk pindah esok harinya ke kawasan yang lebih dekat yaitu di kawasan Sosrowijayan.



2] Ullen Sentalu


alias museum sejarah budaya Jawa di kawasan Kaliurang, sebelah utara Jogja. Museum ini indah dan layak dikunjungi, arsitekturnya megah dan menyatu dengan alam, atmosfernya sejuk, koleksinya unik dan berharga, termasuk di antaranya informasi tentang silsilah kesultanan Surakarta & Yogyakarta.

Sayang kami tak diizinkan mengambil gambar selama berada di dalam museum. Namun niscaya, sekeluarnya dari Ullen Sentalu, kau akan merasakan keterpesonaan sendiri akan agungnya budaya Jawa, dan tak sabar tuk membaginya dengan rekan kerabat.



3] Borobudur


alias candi Buddha terbesar di dunia. Tak perlu penjelasan apapun lagi tentang candi ini. Kecuali satu, ini adalah kunjungan perdana saya! Hip hip hore!
*cium tanah*



4] Jejamuran

ialah restoran yang menyajikan menu serba jamur. Rasanya ENAK-ENAK-ENAK! Rendang jamur, ENAK! Sate jamur, ENAK! Sop jamur, ENAK! Sayangnya saya kena jackpot di kamar mandi akibat telat makan (bayangkan, kami baru makan siang menjelang maghrib, wkkkk!). Akibatnya makanan tadi keluar semua tak ada yg masuk lambung secuil pun T_T



5] McDonald's

ialah restoran cepat saji yang memenuhi hasrat kami akan dahaga MSG. Sebenarnya lawatan ke sini hanya untuk membeli bubur ayam untuk saya makan (secara tak ada sesuap pun makanan yang masuk ke lambung sejak siang). Usai ngebubur, teman-teman yang lain hendak makan di KFC. Tapi apa daya restorannya keburu tutup, sehingga mereka pun harus cukup puas menyate kambing di dekat hotel.



Kami tutup hari itu dengan kelelahan tiada tara, namun hati membuncah sukaria.  Tak sabar nantikan esok.  See you soon!


30.11.09

Aku & Cow

ALKISAH berkunjunglah kami ke sebuah peternakan sapi perah di kaki gunung. Terletaklah ia di sebuah lembah di ceruk bukit, dimana rerumputan masih kuasa tumbuh tinggi dan air sungai masih menggeleguk deras. Ialah tempat dimana saya akhirnya putus kontak dengan peradaban (indikasinya ialah sinyal ponsel yang hilang total ;p).

Namun saya senang-senang saja berada di sana, karena kebetulan saya adalah penyuka sapi (baik dalam bentuk utuh, replika, ataupun hidangan!).
Senangnya bagaikan haus bertemu air, bagai pegal bertemu pijat, bagai alay bertemu kangen band, bagai monyet bertemu pisang, bisa bikin loncat-loncat.

Lesson of life:

..bahwa pedet itu nama lain dari anak sapi

..bahwa sapi perah betina itu bertanduk

..bahwa sapi perah betina itu pipis berdiri (eh semua hewan juga kali ya, tapi yang jelas baru kali pertama itulah kami melihat cewek pipis berdiri tepat di hadapan kami!)


Trims buat Nto, Dhit, Moel yang udah nemenin maen ke kandang sapi! Next time ikutan merah susu ahhhh ;p

11.11.09

A Day With Reza & Schatzi

Hari itu cerah, saya gerah, dan kedua kawan saya muncul memerah.  Semangat kami membuncah.  Misi kali ini ialah menjelajah pelosok kaki gunung Salak, demi keperluan survei sebuah proyek sosial.  Senangnya dapat keluar dari rutinitas harian dan kembali menikmati ijo royo-royo alam bebas.

Bagai James Nachtwey tengah meliput daerah konflik, saya pun menyiagakan kamera dalam perjalanan, siap memotret apapun yang tampak layak diabadikan.  Selain pemandangan yang indah (ada tebing, sawah, sungai, lembah, gunung, dll), juga saya jumpai banyak penduduk setempat yang ramah, murah senyum, dan penuh rasa ingin tahu meski sedikit pemalu.

















Di ujung desa terakhir, barulah kami menjumpai
tak seorangpun melainkan jalan tanah yang penuh ditumbuhi ilalang.  Tapi jangan kaget jika di ujung peradaban ini masih kau temui banyak pintu gerbang besi dimana villa-villa megah tersembunyi.

Jika tak ingat tugas, dan tak ingat waktu, ingin rasanya kami menyusuri jalan tanah ini hingga ujung akhir.  Suasana alam liar yang indah ini rasanya sayang tuk dilewatkan.  Ah, tugas yang cukup melelahkan namun menyenangkan.  Terlebih bagi saya yang dapat leluasa menghirup udara segar pegunungan.

Selain itu saya juga berkesempatan mengenal lebih dekat Reza dan Schatzi, yang menjadi porter kami saat itu.
Reza, yang memanggul beban 70 kg, tampak masih canggung dan malu-malu.  Beda halnya dengan Schatzi, yang gagah perkasa karena meskipun bebannya jauh lebih berat, namun tampak sigap dan mumpuni.
Well, ada kalanya pada saat tanjakan curam, Schatzi yang tampak kepayahan.  Namun saya kerap menyemangatinya sambil berseru: "Satu enam lima!  Satu enam lima!  Satu enam lima!"  Hasilnya bisa ditebak, dengan atau tanpa teriakan saya, Schatzi tetap harus didorong naik.  Wkkkk!



















Hari sudah merambat petang ketika kami kembali turun gunung.  Hujan mulai turun
saat kami kembali menjumpai kemacetan jalan raya.  Namun penat dan lelah sudah tak kuasa mengalahkan hangat hati kami karena telah sejenak bercumbu dengan alam.  Walau sekejap sahaja.





note #1
Jikalau bermotor jarak jauh (walaupun cuma dibonceng) mestilah sedia jaket & helm, otherwise kaos putih cemerlangmu kan berwarna putih tua, serta muka bakal coreng moreng dan mata kelilipan melulu kena debu & asap knalpot (terutama jika kau melintasi jalan raya Bogor-Sukabumi yang sepadat jalur Pantura namun sesempit pematang sawah).


note #2
Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa saya berseru "Satu enam lima!" berkali-kali pada saat Schatzi tak kuat menanjak.  Pertama, karena itu adalah total beban yang harus dipikul oleh Schatzi (yes baby, it's 165 kg! can you imagine it?).  Kedua, karena saya tak mau memikirkan seruan lain yang lebih baik.  Nyiahaha!


note #3
Teknik memerah susu sapi: pakailah pelicin agar puting sapi tak lecet, lalu tariklah puting tsb hingga susunya keluar habis hanya dalam satu sentakan.  Harus habis, kalau tidak si sapi akan kesakitan, dan menamparmu dengan buntutnya.  Mungkin sakitnya seperti pipis yang tak tuntas.
*obrolan OOT pada saat survei, namun bagi saya cukup penting tuk dibagi di sini *


13.10.09

Balinesia | Going South

Menjamah selatan Bali tak ubahnya menjumpa kawan lama.  You know what you get, and sometimes you get surprises.
Seperti halnya ketika mendengar nama Nusa Dua.  Ah, tempat yang populer, dan lokasinya sudah dikenal betul.  Tapi bagaimana dengan pantai Geger?  Hmm, mari cari tahu.

Pantai Geger terletak menyempil di kawasan Nusa Dua.  Berkendaralah sepanjang jalur
menuju hotel Nikko, sampai kau temui sebuah pertigaan dengan plang "Geger Beach" menunjuk ke sisi kiri.  Mudah sahaja, namun tak banyak wisatawan lokal yang mengetahui tempat ini. 


Retribusi masuk cuma dua ribu rupiah per mobil, dan yang kau dapatkan adalah pantai pasir putih dan laut biru tosca.  Kursi-kursi malas berpayung putih tampak berderet rapi sepanjang pantai.  Semua pengunjungnya 'bule habesss', kecuali kami yang berkulit coklat eksotis ;p
Ah, jika saja tak ada bendera merah putih berkibar di salah satu tiang, mungkin rasanya seperti sedang leyeh-leyeh di pantai Bora Bora!

Kunjungan berikutnya adalah pantai Padang Padang, namun karena satu dan lain hal, kami ubah haluan ke pantai Dreamland.

Siang itu matahari sedang garang.  Para keturunan kaukasia tampak menguasai pasir pantai.  Kebanyakan mereka malah terlena dengan hanya sehelai dua helai penutup tubuh sahaja.  Lalu dimanakah para turis lokal?


Lihat saja di bawah keteduhan karang, disanalah mereka bersembunyi dari sengatan siang (ya, termasuk kami, tentu saja :)). 


Panas terik membuat kami tak berlama-lama di Dreamland.  Atas info seorang teman, kami pun beranjak menuju Puri Bali Nyang Nyang, sebuah kawasan tetirah yang terletak di tepian tebing curam Uluwatu.  Konon kita bisa berenang-renang cantik di kolam renang infiniti-nya sambil menikmati sunset dari atas tebing.

Namun rencana kami harus ditunda.  Kehadiran turis oriental yang jumlahnya puluhan orang saat itu terpaksa menyurutkan niat kami.  Lagipula kolam renangnya tampak agak kotor.

Meski begitu kami tak kapok datang kesini, karena semestinya Nyang Nyang punya keindahan tersendiri, apalagi jika rumput sedang hijau dan langit sedang biru.  Pasti cantik nian!